Jumat, 7 Juni 2024
Linda Lee merupakan seorang investor yang bisa dibilang bukan orang yang 100% terjun di dunia saham. Ya, karena ia menjalani profesi ini sambil menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga. Ia menuturkan pernah mengalami kerugian yang signifikan di pasar saham dan sempat juga goyah waktu itu, tepatnya pada tahun 2010. Ia menuturkan, waktu itu ia lebih senang trading di saham-saham second liner. Pergerakan harga di saham tersebut membuatnya tergoda ikut tergoda mengoleksi saham tersebut. Awalnya ia menyadari bahwa jenis saham tersebut beresiko karena votalitasnya yang tidak stabil.
Hanya saja, yang namanya pemula, Linda waktu itu ngotot untuk memperoleh untung berlipat dari saham jenis tersebut. Akhirnya, apa yang terjadi, jangankan mendapatkan return, Linda malah rugi banyak dikarenakan saham yang ia pegang anjlok cukup dalam.
Ia belum berani melakukan cut loss karena masih berharap harga sahamnya kembali pulih di kemudian hari. Harapannya tak kunjung terealisasi dan aset Linda semakin terjerembab pada 2011 karena harga asetnya menyusut saat IHSG berfluktuasi cukup tajam.”Saya frustasi dan setiap pagi berenang untuk menenangkan diri,” tukasnya. Seiring perjalanan waktu, Linda memutuskan cut loss kendati harus rela kehilangan uang yang cukup banyak. Dan pada dasarnya inilah defenisi cut loss yang sebenarnya, yakni memutus kerugian dari saham yang pada dasarnya adalah strategi investasi juga untuk menjaga aset tetap tumbuh.
Dia merasa keputusan itu telah mengecewakan suaminya. Hanya saja, tutur Linda, sang suami memberi dukungan kepadanya agar tidak mudah menyerah. Komposisi portofolio Linda masih didominasi saham lapis kedua.
Sebagai trader aktif, Linda memburu profit dari saham lapis kedua dalam tempo secepat-cepatnya dan agak mengambaikan risiko yang menghadang di depannya. Agar pengalaman seperti itu tidak terulang lagi, Linda mengikuti berbagai kursus dan pelatihan teknik serta strategi mentransaksikan suatu saham. "Biaya pelatihan dan kursus cukup banyak nilainya dan saya menganggapnya sebagai investasi," papar wanita yang murah senyum ini.
Linda Lee melakoni peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan investor saham. Dia rajin mengikuti kursus dan trading saham. Kini, Linda dikenal sebagai inspirator investasi, khususnya bagi ibu-ibu rumah tangga. (Foto : Prio Santoso/SWA). Linda Lee melakoni peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan investor saham. (Foto : Prio Santoso/SWA).
Linda mempelajari strategi memperdagangkan saham, di antaranya belajar analisa teknikal saham yang ditekuninya untuk mempelajari analisa Fibonacci untuk memahami tren harga saham yang terekam dalam grafik Fibonacci.
Grafik yang gambarnya mirip batang lilin (candle stick) itu cukup mudah dibacanya. ”Nama grafik ini Fibonacci yang saya gunakan untuk trading saham,” ucapnya. Fibonacci, menurut Linda, merupakan salah satu teknik trading yang membantunya dalam merencanakan investasi saham.
Wanita berumur 40 tahun ini bisa mereka-reka peningkatan atau penurunan harga suatu saham ke depannya. Lima tahun silam, Linda mengasah teknik menganalisa Fibonacci tatkala mengikuti pelatihan trading saham. Saat itu, dia merugi sekitar puluhan juta rupiah dalam hitungan sekejap. Linda memulai debutnya sebagai investor saham di penghujung tahun 2009.
Ia tertarik merasakan atmosfer pasar saham karena dibujuk oleh suaminya. Ia tidak langsung mengiyakan bujukan sang suaminya karena sempat traumatik dari pengalaman merugi puluhan juta rupiah yang dideritanya di pasar valuta asing alias forex. “Saya rugi Rp 50 juta di forex. Kejadiannya di awal tahun 2009,” ia mengenangnya. Ketika itu, Linda baru saja melahirkan putera keduanya dan putera sulungnya masih berumur 2 tahun.
Setelah mempertimbangkan masak-masak, Linda mencoba peruntungannya dari saham. “Modal awal Rp 10 juta,” imbuh perempuan berparas oriental ini. Linda mengatakan dirinya membeli 3-5 saham. Pada tahun pertama itu, mayoritas saham-saham lapis kedua mendominasi portofolionya. Untuk memantau tren harga saham, Linda memantau analisa pasar modal atau para trader yang diunggah di Facebook. Disamping saham lapis kedua, Linda membeli saham yang fundamentalnya solid. Contohnya saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Ia mengandalkan insting dalam mentransaksikan sahamnya setiap hari (day trading). Linda merasa bersyukur kondisi pasar saham cukup baik lantaran Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir 2009 ditutup pada level 2.534 poin, atau menguat 87% dibandingkan posisi tahun sebelumnya. Itu membuat Linda kesengsem berinvestasi saham. Di tahun pertama, Linda berhasil menggasak keuntungan. “Return per hari sekitar 2% hingga 5%. Lumayan ‘lah untuk nambah-nambah uang saku,” ujarnya.
Trading Online Di tahun selanjutnya, dia gencar menambah modal agar kepemilikan sahamnya semakin melejit. Imbal hasil yang diperolehnya diinvestasikan kembali untuk menambah kepemilikan saham. Jumlahnya bertambah dari 3-5 saham menjadi 10 saham. Ia memantau pergerakan harga saham di layar komputer jinjing atau telepon cerdas. arganya. Kegiatan rutinnya mengurus kebutuhan anak-anaknya sebelum berangkat sekolah atau sang suami yang hendak berangkat ke kantor. Linda mengantar buah hatinya ke sekolah yang berada di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Usai menghantarkan anak-anaknya ke pintu gerbang sekolah, Linda lalu bercengkrama dengan ibu-ibu murid yang satu sekolah dengan anak-anaknya. “Seringkali kongkow di restoran dan cafe,” ucap alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya, Jakarta ini.
Linda bersama ibu-ibu itu membentuk komunitas. Namanya Grup MJBN yang merupakan akronim dari Makan, Jalan, Belanja, dan Narsis. Jumlah anggotanya sekitar 16 orang. Hampir setiap hari, mereka menghabiskan waktu bersama-sama di pusat perbelanjaan yang berada di kawasan Kelapa Gading. Mereka bercengkrama sambil menunggu jam pulang sekolah dan menjemput anak-anaknya di sekolah. Begitulah keseharian Linda yang harus membagi konsentrasinya antara rumah tangga, teman dan saham.
Ambil contoh, Linda setelah mendampingi anak-anaknya mengerjakan tugas sekolah di rumah pada malam hari, langsung duduk manis di layar komputer. Dia menganalisa tren harga sahamnya melalui aplikasi Fibonacci. Linda menegaskan berinvestasi saham itu bisa diukur oleh analisa yang bisa memproyeksikan potenis harganya di masa yang akan datang. “Saham itu dianggap seperti judi. Padahal, berinvestasi saham bisa diukur dengan cara analisa dan strategi trading yang tepat. Investor juga harus berdisplin dan menghindari saham-saham berisiko tinggi yang kinerja keuangan perusahaan kurang memadai. Semua itu bisa dipelajari,” kata wanita yang dijuluki Fibo Princess ini. Selain Fibonacci, Linda menerapkan strategi moving average untuk memantau tren harga di periode tertentu.“Selain Fibonacci, saya juga menganalisa teknikal saham dengan cara menghitung-hitung tren harga lewat moving average dalam beberapa hari ke depan,” ia menjabarkan.
Dia mengemukakan investor yang berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan investor terbantu oleh online trading. Linda bisa engatur waktu antara urusan rumah tangga dan mengelola portofolio saham. “Saya online trading di rumah atau sambil menunggu anak sekolah,” tutur ibu dari Raffa Winters (11 tahun) dan Benn Daniel (7 tahun). Portofolio Linda dimodifikasi sehingga kini menjadi 10 saham-saham yang fundamentalnya solid. Ia meraup untung dari sejumlah saham, diantaranya PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Wijaya Karya Beton (Persero) Tbk. “Target return dalam setahun 15%, saya selalu menambah saham saat harga saham unggulan sedang turun. Kini aset saya naik 3 kali lipat,” ungkapnya seraya menyebutkan dirinya lebih memilih trading mingguan dibandingkan harian. Untuk posisi cut loss, dia memutuskan posisi rugi saat harga turun 5%. Linda menuturkan dirinya sudah membeli apartemen untuk disewakan ke konsumen. Sedangkan, jalan-jalan bersama keluarganya dibiayai dari hasil berinvestasi saham. “Di tahun 2013 jalan-jalan ke Eropa dan tahun lalu liburan di Indonesia,” tandasnya.
Mike Rini Sutikno menyebutkan umumnya wanita yang berumah tangga belum mengenal dan memahami dunia investasi saham. Dia menghimbau investor wanita mengikuti kursus dan seminar agar menambah ketrampilan dan wawasan mengenai saham. “Mereka belajar sekaligus menagasah teknik trading-nya,” dia menambahkan. Lebih lanjut, dia menekankan agar perempuan tidak mudah menyerah meski mengalami kerugian di awal-awal berinvestasi. “Tahun pertama adalah keluar biaya untuk belajar dan kursus sekaligus mencoba pengalaman di saham. Biasanya mereka ini akan mengalami kerugian. Tapi, itu wajar,” tandasnya.
Saham merupakan instrument investasi yang berisiko tinggi sekaligus menawarkan capital gain yang menggiurkan. Ibu-ibu rumah tangga yang berinvestasi saham harus mengesampingkan perasaannya sebagai perempuan. Jika itu diabaikan, biasanya mereka cenderung tidak berhasil mengelola investasinya. Hal itu diungkapkan Mike Rini Sutikno, Perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi. “Sebagai perempuan dan investor, saya merasakan emosi wanita lebih dominan. Saya menganjurkan agar hal ini diabaikan dan lebih mengutamakan logika berinvestasi,” ucap Mike.
Lebih lanjut, Linda mengklaim pernah meraih return paling tinggi pada 2012 dari saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Saham itu sudah dilepas sebelum harga saham ITMG menukik tajam di tahun 2013. Dana segar yang diperolehnya digunakan untuk membeli saham-saham perbankan. “Saya sekarang punya saham Bank Mandiri, Bank BRI, dan ACE Hardware yang rajin membagi dividen,” ia memaparkan portofolionya. (***)
Sumber
edit- "Linda Lee Sukses Mengukir Return Saham" – 7 Juni 2016
- Zulbiadi "Belajar Apa Itu Defenisi Cut Loss dan Strategi Stop Kerugian dalam Trading Saham" – 20 Maret 2018