Minggu, 22 Desember 2019
Sebanyak 14 orang dilaporkan tewas dalam demo menentang UU Kewarganegaraan baru yang kontroversial di India.
UU itu menawarkan status warga negara kepada migran ilegal dari Bangladesh, Afganistan, maupun Pakistan yang mengungsi akibat mengalami persekusi agama.
Tetapi, kritik pun berkembang karena UU Kewarganegaraan yang disahkan pada pekan lalu itu tak memberikan status serupa bagi Muslim.
Para penentang menyatakan, aturan itu tak hanya merupakan bentuk pelanggaran terhadap tradisi sekuler di India.
Namun dilansir Sky News Jumat (20/12/2019), bentuk usaha pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi untuk memarjinalisasi 200 juta Muslim.
Dalam laporan setempat, lima di antara 14 korban tewas itu terjadi di Negara Bagian Assam, sedangkan empat di Uttar Pradesh.
Polisi sudah melarang adanya perkumpulan baik di ibu kota New Delhi maupun kota lainnya selama tiga hari terakhir.
Selain itu, otoritas dilaporkan sudah memutus layanan internet dalam rangka menghentikan demo menentang UU Kewarganegaraan itu.
Namun para pengunjuk rasa mengabaikan larangan itu, dengan ribuan orang berkumpul di sekitar Masjid Jama di New Delhi saat Salat Jumat.
Tidak hanya membentangkan bendera India, para demonstran juga meneriakkan berbagai slogan yang menentang pemerintah.
Polisi menanggapi dengan menembakkan meriam air guna mencegah pendemo menuju monumen di pusat Delhi yang berjarak sekitar 4 km.
Selain 14 korban tewas, lebih dari 4.000 orang ditahan, di mana 1.200 di antaranya berasal dari Delhi sebelum dibebaskan.
Para pengunjuk rasa pun meminta tanda tangan sebagai syarat membuat petisi berisi tuntutan agar UU Kewarganegaraan itu dibatalkan.
Sumber
edit- Ardi Priyatno Utomo "Demo Menentang UU Kewarganegaraan Kontroversial di India, 14 Orang Tewas" – Kompas, 22 Desember 2019
Pranala seinduk
editBerita yang berasal dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, atau surat kabar dari Indonesia ini bukan merupakan pelanggaran hak cipta karena Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2002 pasal 14 huruf c menyebutkan bahwa : "Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap." |