FONDRAKÖ SIHENE’ASI
I. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa anak Sirao yaitu Daeli yang disebut juga Daeli Sanau talinga atau Daeli Bagambölö langi sebagai salah seorang leluhur Suku Nias yang diturunkan di Tölamaera Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Pada generasi ke-17 anak Daeli yang bernama Gea mempunyai 9 orang anak (8 laki-laki dan 1 perempuan). Mereka hidup rukun dan bertempat tinggal di Tölamaera dengan mata pencaharian bercocok -tanam dan berburu. Mereka berburu, selalu secara berkelompok sehingga hasilnya dapat dinikmati bersama sesuai dengan pembagian yang telah diatur sebelumnya. Mereka pun sepakat bahwa sekecil apa pun hasil buruannya, tidak boleh disembelih tanpa dihadiri seluruh anggota kelompok. Suatu hari saat mereka berburu, salah satu kelompok mendapat 1 (satu) ekor kijang putih (nago safusi). Oleh karena saat itu hujan lebat, maka terjadilah banjir besar di sungai Idanoi. Kedua anak Gea yang bernama Garilaŵö dan ŵeŵesesolo yang kebetulan berada di seberang, tidak dapat bergabung dengan saudara-saudaranya yang beruntung mendapat seekor kijang putih yang berada di seberang sungai. Karena sudah menunggu beberapa jam, dan banjir belum surut, maka mereka menyembelih kijang buruan tersebut, dan menyimpan bagian untuk Garilawö dan ŵeŵesesolo. Pada esok hari, setelah banjir surut seorang anak muda disuruh mengantarkan bagian mereka itu, dan setelah dipertanyakan berbagai hal, maka anak muda itu menjawab “lihat saja bulunya dan bentuknya”. Kejadian itulah yang menjadi sumber pertikaian di antara anak-anak Gea sehingga mereka berpisah dan mencari tempat lain sebagai tempat tinggal menetap sebagai berikut. Garilawö dan ŵeŵesesolo berangkat ke arah Nalaŵö kecamatan Bawölato, sekarang Garilawö bersama anak-anaknya yaitu Humendru, Hinare, Laowö dan ŵeŵesesolo bersama anaknya Larosa berangkat menyusuri pantai (lahene nasi Baŵa-ladu), dan menetap serta bercocok-tanam di Nalaŵö setelah mendapat izin dari penduduk setempat yaitu Silima örö-danömö yang didominasi oleh marga Taföna'ö. Oleh karena Garilawö dan ŵeŵesesolo beserta keturunannya memiliki postur tubuh yang besar dan kuat, serta hasil panen yang lebih banyak daripada penduduk setempat (sowanua), maka timbullah kekhawatiran dari penduduk setempat terhadap keberadaan pendatang (sifatewu) yang diperkirakan akan menguasai daerah mereka. Dari hasil musyawarah warga, disepakati bahwa mereka secara bersama-sama akan berperang bila ada musuh dari luar, dan para pendatang dipercayakan melatih pemuda-pemuda setempat untuk berperang, yang diawali dengan latihan melompat (fazawözawö). Mereka sepakat untuk melompati batang pohon besar yang sudah tumbang di pinggir desa. Latihan melompat dimulai oleh laki-laki yang dipilih dari para pendatang. Namun setelah ditunggu beberapa lama mereka tidak kunjung datang kembali, tapi setelah diperiksa di sebelah pohon yang telah tumbang, ternyata mereka telah meninggal, tertancap pada perangkap sukha (sejenis ranjau bambu) yang sudah dipasang sebelumnya. Melihat kejadian ini para ibu dan anak-anak jadi ketakutan, sehingga mereka merencanakan kembali ke kampung halamannya di Idanoi, dengan menyusuri pantai (lahene nasi Baŵa-ladu) yang pernah mereka jalani dahulu. Dalam perjalanan mereka sempat singgah di dua tepi sungai, dan selalu mendengar suara burung tekukur yang berkicau “Hurugudu faukhu gadulou ba timba gadulo nawöu”. Suara burung itu mereka artikan bahwa tempat itu tidak serasi sebagai tempat tinggal mereka, dan mendorong mereka untuk melanjutkan perjalanannya. Sesampainya di Luaha Mohandrifa daerah Hunambou atau Siŵalubanua sekarang, mereka mendengar suara burung tekukur yang berkicau “Hurugudu faukhu gadulou ba rorogö gadulo nawöu”. Suara burung terakhir ini mereka jadikan sebagai pertanda bahwa tempat itu akan sesuai sebagai tempat tinggal mereka serta mencari nafkah di sekitarnya.
Setelah berkembang-biak di daerah tersebut, maka mereka sepakat untuk menetapkan fondrakö Sihene’asi. Tujuan penetapan fondrakö tersebut adalah sebagai berikut. 1. Menyederhanakan pembiayaan pada pesta adat (owasa) baik uang, emas, maupun babi. 2. Menyederhanakan jujuran (böwö) sebagaimana jujuran yang berlaku menurut fondrakö Tölamaera.
Wilayah yang menggunakan Fondrakö Sihene'asi sampai saat ini meliputi öri dan desa sebagai berikut. 1. Wilayah öri 1) Wilayah öri marga Gea 2) Wilayah öri marga Larosa 3) Wilayah öri marga Laoli 4) Wilayah öri marga Farasi 5) Wilayah öri marga Bate'e 6) Wilayah öri marga Hura 7) Wilayah öri marga Waruwu.
2. Wilayah Desa (Kecamatan Gunungsitoli Idanoi) 1) Desa Si Ŵalubanua I 2) Desa Si Ŵalubanua II 3) Desa Simanaere I 4) Desa Simanaere II 5) Desa Dahana 6) Desa Bawödesölö 7) Desa Hilizaritö 8) Desa Hilimböwö 9) Desa Tulumbaho 10) Desa Sifalaete
Ada juga kemungkinan berlaku bagi warga yang bermukim di desa lain yang berasal dari desa-desa tersebut di atas.
II.Isi Fondrakö 1. Ketetapan Alat Ukur 1) Alat Ukur Babi dibedakan dalam 3 jenis sebagai berikut. (1)Afore niha-raya (3 wa 5 alisi), tidak dipergunakan (2)Afore niha-yöu (ni'omanumanu), tidak dipergunakan (3)Afore Tölamaera (8 saga = 1 Alisi), tidak dipergunakan 2) Alat ukur ditetapkan sebagi berikut. (1)Afore (alat ukur untuk babi) 12 saga = 1 alisi (2)Lauru (ukuran beras/padi): 5 dumba = 1 lauru, 12 lauru = 1 fiku (3)Ni'owuru (babi yang diasinkan) 1 hie = seberat 6 tekong beras.
2. Adat-istiadat yang berhubungan dengan Perkawinan 1) Famaigi-Niha (mencari calon pasangan hidup) Didahului dengan mengutus seseorang untuk memberitahu rencana kedatangan tamu yang ingin melamar anak gadis, dan bila telah tersepakati, maka anak laki-laki yang ingin melamar datang bersama beberapa orang teman ke rumah orang tua si gadis pada waktu yang telah disepakati.
2) Fame'e-laeduru (penyerahan cincin) Ada dua macam cara yang ditempuh sesuai dengan kesepakatan. (1) Kalau orangtua si gadis menjemput cincin di rumah orangtua laki-laki maka orangtua si gadis itu ditemani oleh beberapa orang pihak saudara, dan menyertakan samatörö (seorang yang akan mewakili pihak si gadis pada pembicaraan-pembicaraan selanjutnya). Adapun kewajiban pihak laki-laki kepada tamu (pihak orangtua gadis) ditetapkan sebagai berikut. Pertama : menjamu tamu dengan menyuguhkan babi masak dengan ukuran minimal 5 alisi. Kedua : menyerahkan satu cincin beserta 20 perak gulden, 1 ekor babi hidup ukuran 6 alisi, 1 paha babi mentah (bagian dari lauk mereka), dan untuk samatörö 1 ekor babi ukuran 4 alisi, dan 10 perak gulden. (2) Kalau orangtua laki-laki yang mengantarkan cincin, maka mereka membawa 1 buah cincin, 1 ekor babi ukuran 4 alisi, dan 20 perak gulden, sedangkan pihak perempuan menjamu tamunya. Beberapa hari kemudian anak laki-laki mengantarkan sirih ke rumah calon mertuanya, sedangkan pihak calon mertua menyuguhkan jamuan dan menitipkan 1 ekor anak babi hidup.
3) Fanunu-manu (pelamaran) Pihak laki-laki bersama saudara-saudara dan pimpinan adat (banua) mendatangi rumah orangtua si gadis dengan membawa sirih/bolanafo sebua (kampit sirih ukuran besar) serta menyerahkan 1 ekor babi ukuran 6 alisi dan 20 perak gulden (aya-gawe)/penghormatan untuk nenek.
4) Fangötö-bongi (penetapan jadwal hari perkawinan) Pihak orangtua laki-laki bersama saudara dan pimpinan adat (satua mbanua) mendatangi rumah orangtua si gadis dengan membawa yang berikut. (1)Sirih/tempat sirih besar 1 buah (2)Babi hidup 1 ekor ukuran 6 alisi (3)Beras 1 fiku (4)Khai-khai gana'a si'otu untuk uwu (perkenalan untuk pihak paman) 10 perak gulden dan 5 perak gulden untuk uwu sisagötö (perkenalan untuk paman ibu si gadis) Kalau pembicaraan sudah selesai maka dilanjutkan dengan kegiatan berikut. (1)Penyerahan tanda perjanjian kesepakatan 5 perak gulden (2)Penetapan hari perkawinan (bongi nono-zalaŵa) (3)Fanguhugö (pelaungan) (4)Pemukulan gong (5)Penetapan bagian-bagian jujuran sebagai berikut. 1)) Untuk ayah si gadis 1 emas berkadar balaki 2)) Untuk laki-laki sulung dan bungsu 1 emas berkadar balaki (harga 1 balaki sama dengan 6 alisi babi dan 20 perak gulden) 3)) Talifusö (saudara kandung) 1 emas berkadar balaki 4)) Talifusö sulöna 1 emas berkadar balaki 5)) Uwu (paman): a. Uwu sindruhu (paman kandung) 1 emas berkadar balaki b. Uwu sisagötö (paman orangtua si gadis) 1 emas berkadar siŵalu (4 alisi babi dan 10 perak gulden) 6)) Kakak si gadis yang belum kawin ½ emas berkadar balaki 7)) Jujuran untuk pihak orangtua si gadis: a. 2 emas berkadar balaki b. 2 emas berkadar siŵalu c. Fakhe-toho (beras adat) 3 fiku
5) Fame'é-ni'owalu ba famözi-aramba (pemberian nasihat kepada calon pengantin perempuan dan pemukulan gong). Calon pengantin laki-laki mendatangi rumah orangtua si gadis, didampingi oleh ibunya, ibu-ibu lainnya, saudara-saudaranya, dan beberapa orang gadis. Mereka mendengarkan nasihat kepada calon pengantin perempuan yang disampaikan oleh pihak orangtua pengantin perempuan dan ibu-ibu lainnya. Kemudian diajari untuk meratapi, karena akan meninggalkan rumah orangtuanya, diiringi dengan pemukulan göndra, aramba, dan faritia.
6) Folau-bawi (mengantar babi adat) Pihak orangtua calon pengantin laki-laki mengundang saudara-saudaranya bersama pimpinan adat untuk bermusyawarah mengantar babi adat (famagölö). Dalam hal ini ada kewajiban yang diserahkan kepada pihak banua (kampung adat), talifusö (saudara), dan ono'alawe (saudara perempuan yang sudah kawin). Mereka menyiapkan yang berikut. (1) Sirih di tempat yang besar dan beberapa tempat kecil yang akan diserahkan kepada orangtua si gadis, uwu (paman), talifusö (saudara), salaŵa (pimpinan adat), samatörö (penghubung) dan lain-lain. (2) Anak babi yang sudah dimasak dibungkus dengan upih (ba mowa) sebanyak 3 bungkus untuk orangtua si gadis, uwu, dan samatörö. (3) Suruduo 4 hie (babi mentah) (4) Babi adat 2 ekor dengan ketentuan berikut. 1)) Dihias dengan melingkarkan uli goholu yang sudah dijalin di bagian ketiak babi. 2)) Dihias oleh tokoh-tokoh adat. 3)) Menyiapkan makanan babi yakni nasi dan 1 butir telur masak yang diletakkan di atas piring, lalu babi diberi makan oleh si ibu pengantin laki-laki dan satu orang ibu lainnya. 4)) Berdoa, lahuhugö (berlaung), labözi garamba (pemukulan gong/gendang/canang) pertanda babi diberangkatkan ke rumah calon pengantin perempuan, dan diiringi dengan bölihae (pantun berlagu). (5)Pada saat itu personil utusan dari pihak perempuan yang datang ke rumah pihak laki-laki untuk melihat dan memperhatikan keadaan babi adat (famaigi-bawi), dilayani, dan kepada mereka disuguhkan yang berikut. 1)) Makanan dengan lauk (pakai rahang/simbi) babi 2)) 1 ekor babi ukuran 6 alisi 3)) 10 perak gulden untuk memperhatikan bawi zo'ono (babi untuk orangtua calon pengantin perempuan) 4)) 5 perak gulden untuk memperhatikan bawi mbanua (babi untuk kampung adat) (6)Bila sudah sampai di halaman rumah pengantin perempuan maka dilaksanakan acara penyampaian olola-mbawi (prosa mengantarkan babi adat) kemudian mempertanyakan tempat mengikatkan babi tersebut. Biasanya pihak perempuan memberi petunjuk bahwa babi untuk orangtua (bawi zo'ono) diikatkan sebelah kanan rumah dan bawi mbanua (babi untuk kampung adat) sebelah kiri rumah. Kadang pada saat itu diserahkan juga kepada pihak perempuan beberapa lagi sebagai berikut. 1)) Tabo-mbawi 1 piring babi masak dan 1 botol tuak 2)) Famahono 10 perak gulden (kalau tokoh adat nga'ötö zalaŵa) dan 5 perak gulden kalau warga biasa (sito'ölö). 3)) Fonönö-mbawi, fangalösö-mbu-mbawi dan fanaro-bawi sesuai dengan kesepakatan. Pihak tamu disambut dengan fangowai (ucapan selamat datang) dan fame'e-afo (penyerahan sirih) serta jamuan makan oleh pihak sipangkalan.
7) Falöŵa (acara perkawinan) Setelah rombongan berkumpul di rumah calon pengantin laki-laki, maka dilaksanakan acara fangandrö (doa), fanguhugö (berlaung) oleh pihak laki-laki, dan liwaliwa (sorak berlagu) oleh pihak perempuan. Menjelang tiba di rumah calon pengantin perempuan, pihak tamu melantunkan bölihae (laki-laki dan perempuan) dan disambut oleh sipangkalan dengan memukul aramba, göndra, dan faritia. Selanjutnya mereka berdoa dan duduk setelah disilakan oleh sipangkalan. Selanjutnya di rumah pihak sipangkalan dilaksanakan kegiatan sebagai berikut. (1) Sipangkalan menyambut dengan bölihae (laki-laki dan perempuan) sembari diiringi pembunyian göndra, aramba, dan faritia oleh pihak tamu. (2) Ucapan selamat datang dan penyuguhan sirih oleh sipangkalan (3) Penyerahan sirih oleh ibu calon pengantin laki-laki kepada besannya (4) Penyuguhan talinga-mbawi bersama so'i-mböwö yaitu dangi-dangi 1 piring dan alakhaö-ösi 2 piring (5) 1 tempat simbi (rahang babi) selengkapnya (ösi dan alakhaö) (6) 2 piring ösi (daging babi) untuk laki-laki dan perempuan (7) 1 piring untuk uwu (8) 1 piring untuk salaŵa-hada (9) 1 piring untuk kepala desa (10)1 piring untuk samatörö (11)1 piring untuk pelayan keagamaan (12)1 piring untuk ono'alawe (saudara perempuan yang telah kawin) (13)1 piring untuk tahö-mbambatö (penghormatan kepada besan) untuk laki-laki dan perempuan berupa anak babi masak dan 1 buah telur. (14)½ bawi-walöŵa (½ babi adat yang dibelah dari mulut sampa ke ekor) diserahkan kepada tamu bersama alakhaö (jeroan) (15)1 tempat yang diambil langsung oleh calon pengantin laki-laki (osu dan toyo-mbagi /bagian rusuk dan leher) Mereka menyerahkan mulai dari butir 4 s/d.15 kepada tamu dengan menuturkan so'i-mböwö (prosa penyampaian sajian penghormatan). (16)Pelaksanaan fanika-era-era-mböwö (penghitungan jujuran) oleh satua mbanua (pengetua adat), salaŵa-hada, salaŵa-fareta (kepala desa), uwu (paman), sisobahuhuo (penghubung), dan sangowalu (pengantin laki-laki). Pada saat itu pihak pengantin laki-laki menyediakan yang berikut. 1)) Bulunohi-safusi (daun kelapa muda) 2)) 3 piring babi 3)) Sirih 4)) 3 ¼ perak gulden untuk fanika era-era-mböwö 5)) 5 perak gulden untuk satua-mbanua (orang-orang tua kampung) 6)) 10 perak gulden untuk salaŵa-mbanua (kepala kampung adat) 7)) 2 ½ perak gulden untuk famaso (pelayan keagamaan) 8)) 2 ½ perak gulden untuk salaŵa-wareta (kepala desa) Selanjutnya, dituturkanlah silsilah dan derajat sosial (bosi) pihak orangtua calon pengantin perempuan, disusul penyampaian pesan dari uwu dan satua mbanua. Seterusnya bulunohi dihitung dan diikat, diletakkan di punggung pengantin laki-laki disertai fotu (nasihat), dan akhirnya calon pengantin laki-laki mengambil bulunohi tersebut lalu menyimpannya (la'irö'ö ba mbuatö tanö-ba gambölö), di balok peran (penghubung tiang) rumah.
8) Pemberangkatan Pengantin perempuan Pengantin perempuan digendong ke kursi yang telah disediakan dan diberikan 2 ½ perak gulden kepada orang yang menggendongnya. Bila ada kakaknya perempuan yang belum kawin maka yang bersangkutan dapat duduk di kursi pengantin, dan kepadanya diberi fanulo (penghargaan) berupa uang supaya dia meninggalkan kursi pengantin. Sebelum tamu pulang, maka sangowalu (pengantin laki-laki) menjabat tangan ibu mertuanya beserta ibu-ibu yang lain, dengan memberi sejumlah uang yang nilainya bervariasi 5 perak gulden, 10 perak gulden, dan 20 perak gulden.
9) Penyambutan Pengantin perempuan di Rumah Pengantin Laki-laki Setibanya pengantin perempuan di halaman rumah pengantin laki-laki, ia disambut dengan pukulan gendang, gong, dan canang. Pengantin perempuan diturunkan dari kursinya, sembari pengantin laki-laki datang menyambutnya di pintu, dan seterusnya mereka duduk berdua di tempat yang sudah disediakan. Setelah berdoa, pengantin laki-laki membuka koper dan bungkusan tilam pengantin perempuan untuk memperlihatkan isi koper itu, dan apa yang ada dalam gulungan tilam. Babi yang sudah dibungkus dibagikan kepada semua yang hadir. Tempat sirih diberikan kepada pengantin perempuan untuk meracik sirih, yang akan disuguhkannya kepada suaminya, ibu mertua, pihak paman, dan lain-lain. Selanjutnya pengantin laki-laki mendudukkan seorang anak kecil (anak laki-laki) di pangkuan pengantin perempuan disertai amanah agar anak sulung mereka adalah anak laki-laki. Kemudian pengantin perempuan dibawa ke kamar untuk ganti pakaian, dan istirahat sejenak.
Kewajiban yang menjadi tanggung jawab orangtua pengantin laki-laki adalah sebagai berikut. (1)Fangandrö/horokoko (berdoa) yang dipimpin oleh satua mbanua (kepala adat) dan memberikan 3 hie babi mentah serta paha babi dibagikan untuk setiap keluarga yang hadir. Sampai dengan kegiatan ini, status gelar ni'owalu (pengantin perempuan) adalah Sa'usö. Sedangkan bila status/gelar ni'owalu dinaikkan menjadi Ana'a maka kewajiban bertambah menjadi 6 hie babi mentah untuk fangandrö (horokoko), ½ simbi, 1 bagian awö-fao (saudara dan rombongan yang ikut serta), nogu (uwu galakhaö)/jeroan, untuk uwu sisagötö, Uwu-zöri 2 buah, osu 2 buah, dan untuk dibagi-bagi 3 ekor babi ukuran 5 alisi. (2)Fangaruwusi ni'owalu (pemberkatan) oleh pihak tetua adat, sedangkan pihak mertua dengan menyediakan 6 ekor babi ukuran 5 alisi, sehingga ni'owalu (pengantin perempuan) mendapat gelar Balaki. (3)Fanahö-tödö Keluarga menyediakan 12 ekor babi untuk dibagi-bagikan agar mendapat gelar Barasi. Kalau acara ini dilaksanakan lebih setahun setelah perkawinan, maka wajib memberi 1 ekor babi hidup kepada mertua sebagai angorifitö.
Selain hal-hal di atas, ada lagi yang telah ditetapkan sebagai berikut. 1)) Bila duda kawin dengan janda (dalam satu kampung) maka kewajiban adalah 1 ekor babi dan 10 perak gulden (5 perak gulden untuk tokoh adat dan 5 perak gulden untuk banua). 2)) Bila mengawini janda dari kampung lain maka kewajiban jujuran adalah sifitu a tambali (7½ emas berkadar balaki) yang ditujukan kepada pihak berikut. a. Emas 1 balaki untuk pihak keluarga almarhum suami si janda, 1 balaki untuk böli-wezusua (untuk anak-anak yang ditinggalkan), dan 1 balaki howu-howu-lakha b. Emas 1 balaki untuk orangtua ayah si janda, 1 balaki untuk howu-howu-nina (ibu si janda), 1 balaki untuk banua, dan 1 balaki untuk ngona. c. Emas tambali zi ŵalu untuk samatörö dan tambali zi ŵalu untuk kepala kampung. (Janda, bila kawin lagi tidak ditandu/diusung).
10)Fame'e-gö (mengantar makanan untuk pengantin perempuan) Beberapa hari setelah acara perkawinan, maka ibu pengantin perempuan bersama beberapa orang saudaranya, pergi mengantar makanan anaknya ke rumah besannya dengan membawa bungkusan nasi beserta lauknya. Sesampainya di rumah besan, mereka disambut (la'owai) dan disuguhkan sirih (labe nafo). Pengantin perempuan dibawa keluar dari kamar dan dipertemukan dengan ibunya sambil menangis terharu (tangis kebahagiaan). Samatörö (penghubung dari pihak pengantin perempuan) menjelaskan kedatangan mereka, sembari bawaan ibu pengantin yaitu bungkusan onombawi (anak babi) yang sudah dimasak, fakhe-nifozuzu (nasi mirip tumpeng), ösi-mbawi (daging babi) yang dibungkus upih, diserahkan kepada ibu pengantin laki-laki. Kemudian mereka makan bersama, baik pengantin laki-laki maupun pengantin perempuan yang dipandu oleh salah seorang dari kaum ibu. Para tamu juga dihidangkan makanan dengan lauk yaitu onombawi, dan kepada mereka diperlihatkan juga babi mentah yaitu 1 paha, 1 uli, dan alakhaö, serta simbi untuk samatörö. Setelah makan, mereka disuguhkan sirih, dan selanjutnya disuguhkan penghormatan kepada ibu pengantin perempuan berupa emas 1 balaki, samatörö 1 siŵalu, dan juga kepada saudara pengantin perempuan menurut status mereka (tidak ada bagian awö-fao). Setelah itu, acara doa dan rombongan pihak pengantin perempuan meninggalkan rumah pengantin laki-laki.
11) Femanga-ahe/famuli-nukha (kunjungan pertama kedua pengantin ke rumah orang-tua pengantin perempuan) Kedua pengantin didampingi oleh beberapa orang (gadis, saudara, dan ibu-ibu) mendatangi rumah pengantin perempuan dengan membawa sirih dan bungkusan babi masak (simbi/rahang babi), dan 1 ekor babi ukuran 4 alisi. Sesampainya di rumah pengantin perempuan, mereka menyerahkan sirih dan bungkusan babi masak. Pada saat femanga-ahe (manga-soköliköli) kedua pengantin makan bersama di atas satu piring. Saat mereka pulang, maka orangtua menyerahkan babi betina 1 ekor, dan jantan 1 ekor, beberapa ekor ayam, makanan yang dibungkus (onombawi/anak babi) sebagai oleh-oleh. Demikian juga para pihak yang telah menerima bagian jujuran turut menyerahkan babi, ayam, dan makanan yang dibungkus. Selain itu kepada pengantin perempuan turut diserahkan alat-alat rumah tangga seperti piring, fogo'o-gowi, daga, alat-alat pertanian, dan lain-lain.
3. Adat-istiadat yang behubungan dengan kematian (Fa'amate) 1) Sebelum orangtua meninggal, kepadanya dilaksanakan acara fangotome'ö (penjamuan makan kepada orang yang diperkirakan akan meninggal). Pada saat itu, anak-anaknya menyediakan makanan dan menyuapi orang-tua mereka. Sebaliknya orangtua memberkati anak-anaknya. 2) Apabila orangtua sudah meninggal, maka dilaksanakan kegiatan sebagai berikut. (1) Fanunu-fandru /fangeni (pemasangan lampu) Anak perempuan sulung yang telah kawin menyediakan makanan dengan lauk 1 ekor babi masak dan disuguhkan kepada orang-orang tua dan tamu-tamu yang hadir pada saat itu. (2) Jenazah dimandikan, dan dikenakan pakaian, serta dimasukkan ke dalam peti jenazah yang dihadiri oleh saudara-saudara dan pihak paman serta warga desa. 3) Folau-bale/fananö-bunga (pembuatan tanda dan penanaman bunga di kuburan). Pada saat itu pihak keluarga, ipar, paman, dan warga desa (banua) bersama-sama melaksanakan penanaman bunga dan memberi tanda kuburan. Pada saat makan bersama, disediakan lauk 1 ekor babi (yang berasal dari anak perempuan) yang sudah kawin. Anak-anaknya laki-laki juga menyediakan babi: (1) Fangasi 24 hie untuk banua (2) Bohambawi untuk uwu (paman) (3) Paha untuk fala'osa (ipar) (4) Famemondri (pemandian) sambua- taŵitaŵi (1 ikat daging babi) (5) Solau eu (pembuat peti jenazah) sambua taŵitaŵi dan 1 piring daging. (6) Sogao tanö (penggali kuburan) 2 taŵitaŵi dan bila yang meninggal adalah balugu ditambah 1 paha. (7) Anak sulung yang menggantikan kedudukan sang ayah memberi makan dan menyediakan 2 taŵitaŵi kepada saudaranya masing-masing, dan 4 taŵitaŵi untuk banua sebagai pemberitahuan bahwa yang bersangkutan sebagai pengganti kedudukan ayah dalam keluarga mereka.
4. Famasindro Banua (Pendirian kampung adat) 1) Banua sila'uma/bosi siŵalu dengan kewajiban sebagai berikut. (1)Fanaba-ŵeŵe, babi 1 ekor dan emas 10 gram (2)Folobö-hili/famadaya, babi 1 ekor dan emas 10 gram (3)Famatörö-töi-mbanua, babi 3 ekor dan emas 30 gram (4)Famorudu-zato, babi 6 ekor dan terdiri dari: 1)) Fanaru-zila'uma, 1 gana'a siŵalu 2)) Famobawa-zila'uma, 1 gana'a siŵalu 3)) Famohögö-zila'uma, 1 gana'a siŵalu 4)) Famo'ikhu-zila'uma, 1 gana'a siŵalu 5)) Famohörö-zila'uma, 1 gana'a siŵalu 6)) Famotalinga-zila'uma, 1 gana'a siŵalu 7)) Famotanga-zila'uma, 1 gana'a siŵalu 8)) Famo'ahe-zila'uma, 1 gana'a siŵalu (5)Famatarosolehe banua, babi 3 ekor 2) Famasindro Gowe Simatua ba Si'alawe dengan kewajiban sebagai berikut. (1)Fanöndra-gowe, babi 1 ekor dan emas 10 gram (2)Faniho-mömö, babi 1 ekor dan emas 10 gram (3)Fame'e ba hare (beabea), babi 1 ekor dan emas 10 gram (4)Fonoro, babi 3 ekor dan emas 30 gram (5)Fanou'ö baewali, babi 1 ekor dan emas 10 gram (6)Fogao naha doyo babi 3 ekor dan emas 30 gram (7)Famosindro: babi 6 ekor dan emas 60 gram.
Sebelum gowe sebagai tandra mbanua “didirikan”, seseorang ditugaskan mencari 2 binu (kepala manusia) dalam kurun waktu 1 s/d. 2 tahun. Sebelum berangkat, kepadanya akan dilaksanakan acara fame'e fangasi (acara adat kepada yang telah meninggal). Apabila saat kembali ia membawa binu maka kepadanya diberi penghargaan sebagai berikut. 1))Fanema'ö, ba mbalö mbanua emas 1 balaki dan 20 perak gulden. 2))Folohe baewali, babi 3 ekor dan 30 gram emas balaki. 3))Fanaitagö ba mbalö zilötö, emas 1 balaki. 4))Famolaya, babi 6 ekor dan emas 6 balaki. Pada saat menancapkan gowe atau saat mengubur kepala binu sebagai alas gowe, babi disembelih sebanyak 12 ekor, dan emas 40 gram, sehingga kepada orang yang mendirikan kampung tersebut diberi status adat dengan gelar mulai dari sanuhe, tambalina, fahandrona, atau sidaöfa. Setelah itu yang bersangkutan mengadakan pesta owasa dengan kewajiban sebagai berikut. 1)) Untuk gelar Balugu 101 ekor babi dan emas 120 gram 2)) Untuk gelar Tuha 50 ekor babi dan emas 60 gram 3)) Untuk gelar Boha 25 ekor babi dan emas 40 gram 4)) Untuk gelar La'imba 12 ekor babi dan emas 30 gram.
Sumber: Fondrakö Kota Gunungsitoli 2019.
Fabaliŵa lala
editBale zato: Olayama • Angombakhata • Bawagöli zato • Monganga afo • Nahia wamakori • Nga'örö spesial • Ngawalö wanolo • Safuria tebulö • Sanandrösa • Sangai halöŵö